Reklamasi Benoa untuk apa, untuk siapa

Ada kabar baik berhembus di awal 2019. Gubernur Bali yang baru saja dilantik, I Wayan Koster telah menyurati Presiden Jokowi untuk merevisi Peraturan Presiden No.51/2014 yang selama ini menjadi landasan proyek reklamasi Teluk Benoa. Gubernur juga meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak mengeluarkan ijin amdal kepada siapapun yang mengajukan rencana reklamasi Teluk Benoa.

Sekedar mengingatkan, Perpres tentang reklamasi ini ditandatangani oleh SBY pada hari-hari terakhir pemerintahannya. Entah apa maksudnya atau alasannya, yang pasti Perpres ini menjadi beban, menjadi bom waktu bagi pemerintahan Presiden Jokowi.

Pada hari Natal kemarin, saya sempat beradu pendapat dengan teman yang mendukung proyek reklamasi Teluk Benoa. Ia mengatakan bahwa pariwisata di Bali merosot tajam, wisatawan berkurang. Untuk mendongkrak sektor pariwisata perlu dibangun pusat atraksi baru di Benoa, dan karenanya perlu dilakukan reklamasi. Saya tentu saja tidak sependapat dengan pandangan yang menyederhanakan masalah pariwisata di Bali. Wisatawan sepi, ayo bangun atraksi atau wahana baru. Padahal, daya tarik Bali adalah budaya dan adat istiadat yang unik serta alam yang indah. Kalaupun terjadi penurunan kunjungan wisatawan itu adalah karena banyak faktor, termasuk masalah gempa dan erupsi Gunung Agung.

Dalam kurun waktu dua tahun, dari 2015 sampai 2017, saya menjadi komuter, bolak balik Jakarta - Bali karena anak bungsu saya sekolah di Canggu, Bali. Karenanya saya dapat melihat permasalahan dan dinamika pariwisata di Bali dengan lebih komprehensif. Ada banyak keluhan dari wisatawan mancanegara mengenai kondisi Bali yang tidak lagi nyaman, tidak seperti beberapa tahun yang lalu. Terlalu banyak wisatawan yang datang untuk bersenang-senang secara murah di Bali, mereka tidak menghargai budaya Bali dan lebih suka menenggak bir Bintang. Ini tentu saja tidak lepas dari program Kementerian Pariwisata yang menargetkan 20 juta wisatawan asing pada 2019 dan menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar. Masalah ini akan saya bahas kemudian, kali ini saya ingin fokus pada masalah reklamasi Teluk Benoa.

Nah, Bali yang menjadi semakin tidak nyaman, dan hal ini dituangkan dalam berbagai ulasan atau tulisan di media sosial maupun berita, membuat sebagian wisatawan asing dari kelas menengah ke atas mencari destinasi lain yang lebih nyaman. Mereka adalah wisatawan yang menghabiskan waktu lebih dari seminggu di Bali, membelanjakan uangnya untuk membeli produk lokal. Mereka tidak datang mencari atraksi atau hiburan yang mainstream yang dapat dijumpai di tempat lain dan di negara mereka. Untuk memberi kenyamanan pada mereka, sehingga mereka mau tinggal lebih lama dan berbelanja lebih banyak, pemerintah kabupaten dan propinsi harus membenahi infrastruktur jalan raya dan jalur pejalan kaki. Jalan di sekitar Batubelig, Petitenget dan Canggu sekarang menjadi sangat padat dan macet. Ruas jalan di daerah ini sangat sempit, dengan trotoar yang dipenuhi motor, serta gelap. Benahi hal ini, tegakkan disiplin berkendera di jalan raya, terutama bagi pengendara motor. Bukan reklamasi ataupun atraksi modern baru yang dibutuhkan.

Pantai Berawa, 2 Januari 2019

Comments

Popular posts from this blog

Jusuf Ronodipuro

Agama saya cinta [mengutip Gede Prama]

Soekarno berdasi merah