HAK perokok????

Miris hati saya membaca berbagai postings di milis FPK tentang "hak perokok". Memang, orang boleh bebas berpendapat dan saya tidak mempunyai hak untuk menghakimi.

Sebagai orang yang pernah mempunyai pengalaman langsung yang tidak menyenangkan mengenai dampak merokok, saya menjadi sangat kritis terhadap rokok dan perokok.

Iklan promosi rokok selalu mengusung gaya hidup sebagai alasan untuk merokok karena mereka tahu konsumen muda dapat terpikat dengan proposisi ini. Konsumen muda merupakan pangsa pasar yang paling menggiurkan: jumlahnya besar, emosinya labil sehingga mudah dipengaruhi, dan umur harapan hidupnya (kalau ia tidak meninggal awal) cukup panjang untuk terus merokok serta menghasilkan uang bagi pabrik rokok. Rokok adalah industri yang mengerikan. Seorang CEO perusahaan rokok internasional, ketika ditanya wartawan mengapa ia tidak merokok mengatakan: Tugas saya hanya menjual rokok!

Minggu lalu saya berkunjung ke Makassar. Betapa takjubnya saya melihat kepulan asap rokok di mana-mana. Mulai dari penarik becak sampai anggota DPRD semua terlihat merokok dengan nyamannya. Lobby hotel ber-AC yang seharusnya bebas asap rokok pun terlihat berkabut karena dipenuhi asap rokok.

Para pendukung "hak asasi manusia" di milis itu mengatakan bahwa merokok adalah pilihan bebas manusia. Yang menarik, mereka mencantumkan kalimat "bukan perokok" di bawah namanya, untuk memberi kesan bahwa mereka adalah manusia berjiwa besar yang bisa mentolerir hal-hal pun yang tidak disetujuinya.

Manusia memang mempunyai hak untuk melakukan apa saja terhadap dirinya, termasuk merokok. Saya hanya ingat pernah diajarkan bahwa tubuh itu adalah bait Allah sehingga harus dihormati. Jadi, kalau kita tahu bahwa rokok itu bisa merusak tubuh kita, masih kah kita mau memakainya?

Mereka yang mendukung hak perokok untuk merokok banyak mencantumkan klausul: “boleh saja, asal tolong ini dan tolong itu” yang umumnya berisi HIMBAUAN bagi perokok untuk menghargai non perokok. Masalahnya, sama seperti pecandu narkoba yang sudah seperti dibaalkan otaknya oleh zat adiktif, perokok juga sulit untuk memahami himbauan itu. Lagi-lagi karena zat adiktif yang terkandung di dalamnya. Saya sering dibentak balik oleh para perokok ketika mengingatkan bahwa mereka tidak boleh merokok di situ, dan itu terjadi di rumah sakit!

Para perokok sering mengatakan: "Biarkan saya merokok. Yang mati karena kanker kan saya, bukan kamu. Itu resiko yang siap saya terima." Tetapi, para perokok itu lupa bahwa ketika tubuhnya digerogoti penyakit akibat merokok maka yang terkena dampaknya adalah seluruh keluarganya, yang nota bene bukan perokok. Apakah bisa kita mengatakan kepada ayah atau adik atau anak kita yang digerogoti kanker paru: ”OK, ini adalah akibat dari perbuatanmu, silakan tanggung sendiri.” Harta pun akan kita relakan untuk membayar semua biaya pengobatan. Bukan kah begitu?

Jadi, masih kah akan kita bela ”HAK” para perokok ini?

Comments

ANDRE said…
Bagaimana dengan hak para pekerja di pabrik rokok yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaannya membuat rokok?



-bukan perokok-
:)

Popular posts from this blog

Jusuf Ronodipuro

Agama saya cinta [mengutip Gede Prama]

Soekarno berdasi merah