kejawen

seorang kawan kemarin mendadak bertanya apakah saya percaya pada agama kejawen...hmmm..
saya katakan padanya bahwa setahu saya kejawen bukanlah agama. kalaupun pada saat ini ia disebut agama adalah karena begitulah persyaratan dari pemerintah bila aliran tersebut tetap ingin hidup di indonesia. yang kedua, saya katakan padanya, saya bukan orang beragama. jadi pertanyaan tersebut salah alamat.
kemudian, seperti biasa, mulailah saya mengeluarkan pendapat saya mengenai masyarakat vertikal yang tidak terkotak oleh baju agama...
seorang bapak mendekat.. sebagai orang yang meyakini ajaran kejawen mulailah ia bertutur tentang kepekaan rasa yang dapat mengalahkan teknologi. rasa itu ternyata dapat dilatih. yang diperlukan hanyalah suatu konsentrasi pikiran sehingga kita dapat tetap merasakan keheningan di tengah keramaian. riuh rendahnya dunia moderen membuat rasa menjadi tumpul.
di masa lalu orang dapat berkomunikasi jarak jauh melalui rasa dan mata hati, yang oleh orang sekarang dianggap sebagai kemampuan paranormal. orang moderen membutuhkan telpon untuk dapat berkomunikasi karena mata hati sudah menjadi tidak awas lagi.
saya jadi berpikir.....mungkin agama menjadi penting bagi mereka yang sudah tidak awas lagi, agama menuntun mereka yang buta, agama membantu menajamkan kembali rasa yang sudah tumpul...
hhmmmm....tetapi, mengapa yang terlihat malah sebaliknya?? agama semakin menumpulkan rasa kasih, hormat, dan penghargaaan terhadap sesama??
kawan dari seberang, seni ke ini?
entahlah.......

Comments

Popular posts from this blog

Jusuf Ronodipuro

Agama saya cinta [mengutip Gede Prama]

Soekarno berdasi merah